Jumat, 20 April 2012

DISKUSI DENGAN GOLONGAN ANTI MADZHAB MADZHAB




Berikut saya tampilkan terjemahan Kitab Dr Said Ramadhan Al Bhuti bertajuk Al La mazhabiyyah Akhtarul Bid’atin Tuhaddidu Syari’atil Islam” berarrti “ Tidak bermazhab bid’ah yg paling berbahaya , meruntuhkan syariat Islam”. Yg telah diterjemahkan oleh Pustaka setia , terjual di kedai Pustaka Indonesia dan serata KL. Silahkan membacanya dengan sungguh-sungguh.


10. Diskusi dengan Golongan bebas mazhab(Anti Mazhab).

Pasal ini sangat penting bila dibandingkan dengan pasal lain dalam risalah kami karena bukan saja mengandung uraian-uraian ilmiah yang baru. Dalam pasal ini pembaca akan melihat bentuk fanatik berlebihan yang tidak akan ditemui pada diri mereka yang masih mempunyai akal yang sehat.
Mereka , para anti mazhab ,menuduh bahawa golongan pengikut mazhab adalah fanatik karena tidak mau beranjak dari perkara hak yang berdasarkan ribuan dalil. Akan tetapi ,mereka sendiri sebenarnya terkurung dalam sangkar kefanatikan yang justru membuat mereka seperti kehilangan akal sehatnya.
Seorang pemuda bersama kawan-kawannya datang menghadap kami dan berbicara tentang suatu masalah . Lalu kami bertanya “ bagaimana cara anda memahami hukum Allah?. Apakah anda langsung memgambil dari Al-kitab dan As sunnah atau mengambilnya dari para Imam mujtahid?.


Dia menjawab “ Saya akan meneliti pendapat para ulama mujtahid serta dalil-dalilnya , kemudian saya mengambil keterangan yang paling mendekati dalil Al-kitab dan as Sunnah”.

Lalu kami bertanya” seandainya anda mempunyai uang lima ribu lira Syiria dan uang tersebut Anda simpan selama enam bulan , lalu anda mempergunakan untuk membeli barang dagangan , kapankah Anda wajib membayar dagangan Anda tersebut?. Apakah setelah enam bulan kedepan ataukah setelah satu tahun?.

Sambil berpikir , ia menjawab “ Maksud pertanyaan tuan ialah harta dagangan itu wajib dizakati?”.
Kami pun lalu berkata “ Kami ini bertanya dan harap Anda menjawab menurut cara (pengertian ) Anda sendiri. Perpustakaan berada dihadapan  anda dan disitu terdapat kitab-kitab para imam mujtahid”.

Setelah berpikir sebentar, ia berkata “ Ah , tuan Ini adalah masalah agama dan bukan soal mudah yang dapat dijawab seketika untuk itu .untuk itu , perlu mempelajarinya dengan saksama dan memerlukan waktu. Kami datang kemari ingin membahas masalah lain”.

Kemudian kami pun pindah pada masalah lain dan berkata” baiklah , kami ingin bertanya “ apakah setiap orang Islam wajib meneliti dalil-dalil yang dikemukakan oleh para Imam mujtahid kemudian mengambil mana yang paling sesuai dengan al Quran karim dan as Sunnah?.
Ia menjawab “ Ya , benar”.
Lalu kami bertanya lagi” kalau demikian ,berarti semua orang Islam harus memiliki kemampuan ijtihad seperti yang dimiliki para imam mazhab. Bahkan , mereka harus memiliki kemampuan yang lebih sempurna karena orang-orang yang mampu memutuskan pendapat para imam menurut dasar Al Kitab dan as Sunnah sudah tentu lebih pandai dari semua imam itu”.

Ia menjawab” Sesungguhnya manusia terbagi menjadi tiga macam, yaitu mujtahid, muqallid dan muttabi;. Orang yang mampu membandingkan mazhab , kemudian menyaring mana yang lebih dekat kepada Al Kitab dan As Sunnah , adalah muttabi’ yaitu pertengahan antara muqallid dengan mujtahid”.

Kami bertanya lagi” Apakah sebenarnya kewajiban muqallid”.

Dia menjawab “ Taqlid kepada mujtahid yang cocok dengannya”.

Kami bertanya “ Apakah berdosa seandainya taqlid secara terus-menerus kepada seorang imam dan tidak berpindah kepada imam yang lain?.”

Dia menjawab “ Memang , hal itu hukumnya haram”.

Kami bertanya “ Apakah dalilnya kalau hal itu memang haram?”.

Dia berkata “ karena ia menetapi sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah”.

Kami bertanya “ Dengan qiraat apakah Anda membaca Al Quran?”.

Dia menjawab” Dengan Qiraat Hafas”.

Kami bertanya lagi” Apakah Anda selalu membaca Al Quran dengan Qiraat hafas , atau Anda juga membaca Al Quran setiap harinya dengan qiraat yang bermacam-macam?.
Ia menjawab” Tidak, saya selalu membaca Al Quran dengan qiraat Hafas”.

Lalu kami bertanya lagi “ Mengapa Anda menetapi qiraat hafas , padahal Allah Azza wajalla tidak mewajibkan anda kecuali membaca Al Quran menurut riwayat yang diterima dari Nabi s.a.w. secara mutawatir?”.

Ia kemudian menjawab” karena saya tidak sempurna dalam mempelajari qiraat yang lain dan tidak mudah bagi saya untuk membaca Al quran selain dengan qiraat Hafas”.

Kami berkata kepadanya “ Demikian pula halnya bagi orang yang mempelajari fikih menurut mazhab Asy syafie . dia tidak cukup sempurna dalam mempelajari mazhab lain dan tidak mudah baginya untuk mempelajari hukum agama selain menurut Imam asy Syafie. Kalau anda mewajibkan kepadanya untuk mengetahui ijtihad para imam dan mengambil semuanya, ini berarti anda pun wajib mempelajari semua qiraat dan anda harus membaca semuanya. Kalau anda beralasan tidak mampu , demikian pula halnya dengan si muqallid tadi.

Ringkasnya kami ingin menayakan pada anda, Apakah alasan yang mewajibkan muqallid harus berpindah-pindah dari mazhab satu ke mazhab lain, padalah Allah Azza wa jalla tidak mewajibkan seseorang untuk berpegang terus pada suatu mazhab tertentu , juga tidak mewajibkan seseorang berpindah-pindah terus dari satu mazhab ke mazhab lain?”.

Dia menjawab “ Sesungguhnya yang haram ialah kalau seseorang mempunyai I’tikad ( keyakinan) bahawa Allah memerintahkannya untuk terus menerus menetapi mazhab tertentu”.


KAMI BERKATA” INI MASALAH LAIN DAN APA YANG ANDA KATAKAN ITU MEMANG BENAR JUGA , TIDAK ADA PERBEDAAN PENDAPAT.
AKAN TETAPI , MASALAHNYA SEKARANG, IALAH BAGAIMANA KALAU TERUS-MENERUS MENETAPI IMAM TERTENTU DAN IA TAHU BAHAWA ALLAH AZZA WAJALLA TIDAK MEWAJIBKAN KEPADANYA BEGITU. APAKAH DIA TELAH BERDUSTA?.

Dia menjawab” Tidak , jika demikian”.

Kami berkata lagi “ Tetapi , buku Syekh Khajandi yang anda pelajari menyebutkan hal yang berbeda dengan apa yang anda ucapkan . Ia secara tegas mengharamkan hal yang tersebut , bahkan bagian –bagian yang tertentu dari buku itu menyatakan kafir kepada orang yang menetapi terus –menerus seorang imam tertentu dan tidak mau berpindah kepada yang lain’.

Dia selanjutnya bertanya “ Mana ……?”.

Selanjutnya , ia berpikir tentang  tulisan buku syekh Khajandi yang berbunyi “ bahkan siapa yang menetapi Seorang imam tertentu dalam setap masalah , bererti ia fanatik yang salah dan taqlid buta, serta termasuk golongan yang memecah belah agama , serta mereka pun berkelompok-kelompok”.

Setelah berpikir sejenak , ia kemudian menyatakan bahwa yang dimaksud menetapi disini ialah meyakinkan wajibnya hal tersebut menurut syari`at. Jadi dalam ibarat tersebut terdapat kekurangan”.

Kemudian kami bertanya lagi “ apakah bukti kalau penulis buku tersebut memaksudkan demikian”. Mengapa anda tidak mengatakan bahwa penulis buku itu keliru”.

Atas pertanyaan ini, dia tetap berpendirian bahwa pernyataan pada buku Halil Muslimun Bittibaa’I mazhabin mu’ayyanin Minal Mazaahibil Arba’ah dapat dibenarkan dan penulisnya pun tetap tidak salah karena dalam pernyataan tersebut memang ada kekurangan.

Lalu kami berkata lagi “ setiap orang Islam mengetahui bahwa mengikuti seorang imam tertentu dari keempat imam mazhab bukan termasuk kewajiban syariat, tetapi atas dasar pilihan (kesadaran ) orang itu sendiri”.

Ia menyatakan “ Bagaimana bisa demikian ?. saya mendengar dari banyak orang dan juga sebagian ahli ilmu bahwa diwajibkan secara syariat untuk MENETAPI mazhab tertentu dan tidak boleh berpindah-pindah pada yang lain”.

Kami lalu menjawab “ coba anda sebutkan kepada kami seorang saja dari orang awam atau ahli ilmu yang menyatakan demikian”.

Ia kemudian berdiam sejenak dan merasa heran dengan ucapan kami yang benar, bahwa sesungguhnya apa yang ia gambarkan adalah sebagian besar manusia mengharamkan berpindah-pindah mazhab .
Kami berkata padanya “ Anda tidak akan menemukan orang yang beranggapan keliru seperti itu. Memang pernah diriwayatkan bahwa pada masa terakhir dinasti “utsmaniyah , mereka keberatan kalau ada seorang yang bermazhab hanafi berpindah ke mazhab lain . hal ini kalau memang benar , termasuk fanatik buta yang terkutuk”.

Setelah itu , kami bertanya lagi kepadanya “ dari mana anda mengetahui perbedaan antara muqallid dan muttabi’”.

Dia menjawab “ Perbedaannya ialah dari segi bahasa”.

Kami pun mengambil kitab-kitab Lughah agar ia dapat menetapkan perbedaan makna bahasa dari dua kalimat tersebut, tetapi ia tidak menemukan apa-apa.

Kemudian kami katakan kepadanya , Sayyidina Abu Bakar r,a pernah berkata kepada seorang arab badawi ( pendusunan) yang menentang pajak dan perkataannya ini pernah di akui segenap Para Sahabat :

Artinya “ Apabila para muhajirin telah rela , kamu sekelian harus menyetujui (mengikuti)’.

Abu Bakar mengatakan “ taba’un’ (mengikuti ) yang mempunyai arti menyetujui (muwafaqah).

Kemudian ia berkata lagi “ kalau begitu , perbedaan makna kedua kata tersebut adalah dari istilah dan bukan hak saya untuk membuat suatu istilah”.

Kami menjawab “Boleh-boleh saja Anda menjawab istilah, tetapi istilah yang anda buat tetap tidak akan mengubah hakikat sesuatu . Orang yang anda sebut muttabi’ , kalau dia mengetahui dalil dan cara melakukan istinbath darinya , bererti dia adalah mujtahid . Akan tetapi , bila tidak tahu dan tidak mampu melakukan istinbath , bererti dia mujtahid dalam sebahagian masalah dan muqallid dalam masalah lain. Oleh kerana itu, bagaimanapun juga pembagian tingkatan seseorang hanya ada dua macam , yaitu mujtahid dan muqallid, dan hukumnya sudah cukup jelas dan diketahui”.

Ia berkata “ sesungguhnya muttabi’ adalah orang yang mampu membedakan pendapat mujtahidin dan dalil-dalilnya ,kemudian menguatkan salah satu darinya. Tingkatan ini berbeda dari taqlid”.

Kami menyatakan “ KALAU YANG ANDA MAKSUDKAN MEMBEDAKAN PENDAPAT PARA IMAM MUJTAHID IALAH MEMBEDAKAN MANA YANG KUAT DAN MANA YANG LEMAH DARI SEGI DALIL , BERARTI TINGKAT INI LEBIH TINGGI DARIPADA IJTIHAD. APAKAH ANDA MAMPU AKAN BERBUAT DEMIKIAN?.

Lalu dia menjawab “ Saya akan lakukannya sekuat kemampuan saya”.

Kami berkata kepadanya “ kami mengetahui anda telah memberi fatwa bahwa talak tiga yang dijatuhkan dalam satu majelis bererti jatuh satu talak saja. Apakah sebelum menyampaikan fatwa anda telah meneliti pendapat para imam mazhab serta dalil-dalil mereka , kemudian anda memilih salah satu dari pendapat mereka dan anda fatwakan ?.
Ketahuilah bahwa Uwaimir Al Ijlani telah menjatuhkan talak tiga kepada isterinya di hadapan Rasulullah s.a.w .Setelah ia bersumpah L’ian dengan isterinya , ia berkata “ saya akan berbohong kepadanya , Ya Rasulullah, bila saya menahannya, dan saya talak tiga “ bagaiman pengetahuan Anda tentang hadis ini dan kedudukannya dalam masalah ini, serta pengertiannya menurut mazhab sebagian besar ulama dan menurut mazhab Ibnu Taimiyyah?”.

Lalu dia menjawab “ saya belum melihat hadis ini”.

Kemudian kami bertanya “ Bagaimana Anda bisa memfatwakan suatu masalah yang bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh keempat imam mazhab , padahal anda belum mengetahui dalil-dalil mereka, serta tingkatan kekuatan dalil tersebut . Kalau begitu anda telah meninggalkan prinsip yang anda anuti , yaitu ittiba’ menurut istilah yang anda katakan sendiri”.

Pemuda itu menyatakan “ Pada waktu itu saya tidak memiliki kitab yang cukup untuk melihat dalil dari imam-imam mazhab”.

“KALAU BEGITU , APAKAH YANG MENDORONG ANDA UNTUK TERGESA-GESA MEMBERIKAN FATWA YANG MENYALAHI PENDAPAT JUMHUR KAUM MUSLIMIN ‘ PADAHAL ANDA BELUM MEMERIKSA DALIL-DALIL MEREKA ?“Kami bertanya kepadanya.

Pemuda itu menjawab “ apakah yang harus saya perbuat ketika saya ditanya mengenai masalah tersebut, sedangkan kitab yang ada pada saya terbatas sekali?”.

Kami katakana kepadanya “ sesungguhnya cukup bagi anda untuk mengatakan “ Saya tidak tahu tentang masalah ini , atau anda menukil saja pendapat mazhab empat kepada si penaya, serta pendapat mereka yang berbeda dengan mezhab empat tanpa harus memberikan fatwa kepadanya dengan salah satu pendapat. Demikianlah ,apa yang kami kemukakan ini sudah cukup untuk anda dan memang sampai disitulah kewajiban anda. Apalagi problem itu tidak langsung menyangkut diri anda SEHINGGA ANDA MEMBERIKAN FATWA DENGAN PENDAPAT YANG MENYALAHI IJMA’ KEEMPAT IMAM TANPA MENGETAHUI DALIL-DALIL YANG DIJADIKAN HUJJAH OLEH MEREKA , KARENA ANDA TELAH MMENGANGGAP CUKUP DENGAN DALIL YANG ADA PADA PIHAK YANG BERTENTANGAN DENGAN MAZHAB EMPAT,

ANDA TELAH BERADA DIPUNCAK KEFANATIKAN SEBAGAIMANA YANG SELALU ANDA TUDUHKAN KEPADA KAMI”.


Kemudian dia mengatakan “ Saya telah menelaah pendapat keempat imam dalam kitab Subulus Salam karya as Syaukani dan Fiqhus Sunnah karya As Sayyid Sabiq”.

Kami menjawab “ Kitab yang anda sebutkan adalah kitab yang memusuhi keempat imam mazhab dalam masalah ini. Apakah anda rela menjatuhkan vonis kepada salah seorang tertuduh hanya mendengar kan omongan saja, omongan saksi-saksi dan kelurga nya tanpa mendengarkan omongan tertuduh lain?”.

Kemudian pemuda itu menyatakan “ Saya kira apa yang telah saya lakukan tidak patut dicela . Saya telah memberikan fatwa kepada orang yang bertanya dan itulah batas kemampuan paham saya”.

Selanjutnya , kami mengatakan kepadanya “ Anda telah menyatakan sebagai muttabi’ dan kita semua harus menjadi muttabi’. Dan anda telah menafsirkan bahwa ittiba’ ia lah meneliti semua pendapat mazhab dan mempelajari dalil-dalil yang dikemukakannya. Kemudian mengambil mana yang paling mendekati dalil yang benar. Akan tetapi , apa yang telah anda lakukan ternyata bertolak kebelakang. Anda telah mengetahui bila mazhab empat telah ijma’ bahwa talak yang dijatuhkan tiga sekaligus , bererti jatuh tiga. Anda mengetahui bahwa keempat imam mazhab mempunyai dalil tentang masalah ini, hanya saja anda belum melihatnya. Namun demikian , anda berpaling dari ijma’ mereka dan mengambil pendapat yang sesuai dengan keinginan anda. APAKAH ANDA SEJAK DARI SEMULA TELAH YAKIN BAHWA DALIL-DALIL KEEMPAT IMAM MAZHAB ITU TIDAK DAPAT DITERIMA?.
Dia menjawab “ Tidak , hanya saja saya tidak melihatnya karena saya tidak memiliki kitab-kitab tersebut”.

Kami bertanya lagi kepadanya “ mengapa anda tidak mau menunggu?. Mengapa anda tergesa-gesa padahal Allah s.w.t tidak memaksakan anda untuk berbuat demikian?. Apakah karena anda tidak melihat dalil-dalil para ulama jumhur yang dapat dipakai sebagai alasan untuk menguatkan pendapat Ibnu Taimiyyah ?. Apakah fanatik yang anda anggap dusta itu tiada lain ialah apa yang anda telah perbuat?.”

Ia menyatakan “ Dalam kitab-kitab yang ada pada saya , saya telah melihat beberapa dalil yang cukup memuaskan dan Allah tidak membebani saya lebih dari itu”.

Kemudian kami bertanya lagi “ Apa bila seorang muslim melihat satu dalil dalam kitab yang ia baca , apakah cukup dengan dalil tersebut ia meninggalkan semua mazhab yang berbeda dengan pahamnya, meskipun ia belum melihat dalil-dalil dari mazhab tersebut?”.

Jawabnya “ Cukup”.

Lalu kami mengatakan “ Ada seorang pemuda yang baru saja memeluk Islam , dan ia sama sekali tidak mengetahui pendidikan agama Islam. Lalu ia membaca firman Allah azza wa jalla :

Artinya “ Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat , maka ke mana pun kamu menghadap , disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah maha luas (rahmatnya ) lagi maha mengetahui”.
Al baqarah 115.
Pemuda tersebut lalu beranggapan bahawa setiap orang hendak melakukan shalat boleh menghadap ke arah mana saja sebagaimana ditunjukkan oleh zahirnya lafaz ayat Al quran. Kemudian ia mendengar bahwa keempat imam mazhab telah sepakat bahwa ia harus menghadap Kabah. Ia pun mengetahui bahwa para imam mempunyai dalil untuk masalah ini, hanya saja ia belum melihatnya. Apakah yang harus dilakukan oleh pemuda tersebut manakala ia akan shalat?. Apakah cukup dengan mengikuti panggilan jiwanya saja karena ia telah menemukan ayat Al Quran tersebut atau ia harus mengikuti imam-imam yang berbeda dengan fahamnya?.

Ia menjawab “ cukup dengan mengikuti panggilan hatinya”.

“MESKIPUN MENGHADAP KEARAH TIMUR , MISALNYA?. APAKAH SHALATNYA DIANGGAP SAH ?. Demikian kami tanyakan dengan rasa heran.

“ Ya , karena ia wajib mengikuti panggilan hatinya’. Jawabnya .

Kemudian kami mengatakan “ Andaikata panggilan jiwa pemuda itu mengilhami dirinya sehingga ia merasa tidak apa-apa berbuat zina dengan isteri tetangganya, memenuhi perutnya dengan khamar dan merampas harta manusia tanpa hak, apakah Allah akan memberikan syafaat kepadanya lantaran pangillan jiwanya?.

KEMUDIAN IA DIAM SEJENAK, LALU BERKATA “ SEBENARNYA CONTOH-CONTOH YANG TUAN TANYAKAN HANYALAH KHAYALAN BELAKA DAN TIDAK ADA BUKTINYA”.

Lalu kami berkata “ Bukan khayalan atau dugaan semata, bahkan sering terjadi hal seperti itu atau lebih aneh lagi. Bagaimana tidak, seorang pemuda yang tidak mempunyai pengetahuan apa-apa tentang Islam, Al Kitab dan As Sunnah, kemudian membaca sepotong ayat Al quran yang ia fahami menurut apa adanya. Ia kemudian berpendapat bahwa boleh saja shalat menghadap ke arah mana saja meskipun ia tahu persis bahawa shalat diharuskan menghadap Kiblat (kabah). Dalam kasus ini, apakah anda tetap berpendirian bahwa shalatnya sah?. Karena menganggap cukup dengan adanya bisikan hati nurani atau panggilan jiwa sipemuda tersebut. Disamping itu , menurut anda , bisikan atau panggilan jiwa dan kepuasan mental bisa memutuskan segala urusan. Pendirian ini jelas bertentangan dengan prinsip anda , bahwa manusia terbagi tiga kelompok : mujtahid, muqallid dan muttabi’”.

Setelah kami katakan demikian , ia menyatakan bahwa sebenarnya pemuda tersebut harus membahas dan meneliti . apakah ia tidak membaca hadis atau ayat lainnya?”.
Kemudian kami menyatakan “ Ia tidak memiliki cukup bahan untuk membahas sebagaimana halnya anda ketika membahas tentang masalah talak. Ia tak sempat membaca ayat-ayat lain yang berhubungan dengan masalah kiblat selain ayat diatas . Dalam hal ini apakah ia tetap harus mengikuti bisikan hatinya dengan meninggalkan ijma’ para ulama’?.’
Lalu dia menjawab “ Memang harus demikian , kalau ia tidak mampu membahas dan menganalisis. Baginya cukup berpegang pada hasil pikirannya sendiri dan ia tidak salah”.

Kami katakana kepadanya “ Ucapan anda sangat membahayakan dan mengherankan dan kami akan siarkan…”.

Dia mengatakan “ Silahkan tuan menyiarkan pendapat saya dan saya tidak takut”.

Kami pun menjawab “ Bagaimana anda akan takut kepada saya padahal anda tidak takut kepada Allah s.w.t. Sesungguhnya dengan ucapan tersebut anda telah membuang firman allah s.w.t :

Artinya : Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahui”. An Nahl 43

Selanjutnya , dia menyatakan “ Tuan , para Imam bukanlah ma`shum yang terpelihara dari kesalahan. Bagaimana mungkin ia harus meninggalkan yang maksum dan berpegang pada orang yang bukan ma’shum?.”

Jawaban kami “ Yang terpelihara dari kesalahan adalah makna yang hakiki yang dikehendaki oleh allah azza wa jalla dengan firmannya Artinya : Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat…”

Akan tetapi , faham pemuda yang jauh sekali dari pendidikan Islam sama sekali TIDAK MA`SHUM.

Jadi masalahnya: IALAH PERBANDINGAN ANTARA DUA FAHAM, YAKNI FAHAM ATAU PEMIKIRAN DARI SEORANG PEMUDA YANG JAHIL (BODOH) DAN FAHAM ATAU PEMIKIRAN PARA IMAM MUJTAHIDIN = YANG KEDUA-DUANYA TIDAK MA`SHUM .

HANYA SAJA PERBEDAAN NYA IALAH :

YANG SATU TERLALU BODOH.
YANG SATU LAGI TERSANGAT DALAM ILMUNYA “.

Lalu dia berkata “ Sesungguhnya Allah s.w.t. tidak membebani dia melebihi kemampuannya”.

Selanjutnya kami mengatakan kepadanya “ Tolonglah , jawab lah pertanyaan ini ‘ Seorang mempunyai anak kecil yang sedang sakit panas. Menurut saran semua dokter yang ada di kota , ia harus diberi obat khusus dan mereka melarang orang tua si anak untuk mengobatinya dengan antibiotik. Merekapun telah memberitahu kepada orang tua si anak bila dilanggar , hal itu dapat menyebabkan kematian sang anak. Kemudian orang tua tersebut membaca selebaran tentang kesehatan dan menemukan keterangan bahawa antibiotik kadang-kadang bermanfaat untuk pengobatan sakit panas. Dengan adanya selebaran ini, si orang tua tersebut tidak meperdulikan lagi nasihat dokter. Kemudian dengan panggilan hatinya , ia mengobati anaknya dengan antibiotik sehingga mengakibatkan kematian sang anak. Dengan tindakan ini, apa orang tua tersebut berdosa atau tidak?.

Pemuda itu diam sejenak, lalu berkata “ Saya kira masalah tersebut lain dengan masalah ini dan maksudnya pun berbeda dengan persoalan yang sedang kita bicarakan”.

Kami memberikan keterangan “ Masalah ini sama hakikatnya dengan hal yang sedang kita bicarakan. Coba anda perhatikan ! . Orang tua tersebut sudah mendengarkan ijma’ (kesepakatan ) para dokter , sebagaimana pemuda tadi juga telah mendengar ijma’ para ulama. Akan tetapi , orang tua tersebut justru berpegang pada selebaran buku kesehatan , sebagaimana pemuda tersebut melaksanakan panggilan hatinya”.

Kemudian ia berkata “ Tuan , Al Quran adalah Nur . Nur Al Quran tidak dapat disamakan dengan yang lain”.

Kami bertanya kepadanya “ Apakah pantulan Al quran itu dapat dipahami oleh yang membaca sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah s.w.t.? kalau begitu apa bedanya antara ahli ilmu dan yang bukan ahli ilmu dalam menerima cahaya Al Quran?”.

Pemuda itu menjawab “ Panggilan hati adalah yang paling pokok “.

Lalu kami menyatakan “ Orang tua tersebut telah melaksanakan panggilan hatinya sehingga kematian anaknya . Apakah ada pertanggungjawaban bagi orang tua , baik dari segi syariat maupun tuntunan hukum?”.

Dengan tegas , ia menjawab “DIA TIDAK DAPAT DITUNTUT APA-APA”.

Kemudian kami menyatakan “ Dengan pernyataan anda seperti ini , saya kira dialog dan diskusi ini kita cukupkan sampai disini saja. Sudah putus jalan untuk menemukan pendapat kami dengan anda . Dengan jawaban Anda yang sangat mengherankan itu, cukuplah kiranya kalau anda telah keluar dari ijma’ kaum muslimin”.

Coba anda renungkan ! seorang muslim yang jahil (bodoh) hanya mengandalkan panggilan hatinya dalam memahami apa yang ia temukan dalam Al Quran Al karim . Lalu ia mengerjakan shalat menghadap kearah selain kiblat dan menyalahi semua umat Islam , tetapi shalatnya dianggap sah dan tidak apa-apa. Kemudian orang biasa dengan panggilan jiwanya , ia mengobati orang sakit sekehendaknya , sehingga menyebabkan kematian orang yang ia obati . Lalu atas perbuatannya itu, ia bebas dari segala tuntutan.

Kalau demikian halnya, MENGAPA MEREKA TIDAK MEMBIARKAN ORANG BODOH-BODOH MENGUNAKAN PANGGILAN JIWANYA UNTUK TAQLID DAN MENGIKUTI PARA IMAM MUJTAHID ,KARENA MEREKA LEBIH WASPADA DARIPADA MEREKA (YANG BODOH-BODOH ), TENTANG URUSAN KITAB ALLAH AZZA WAJALLA DAN SUNNAH RASULULLAH S.A.W ?”.

Pendapat ini mungkin salah menurut mereka , tetapi tercakup dalam pengertian MEMENUHI JIWA.

.Setelah kami ungkapkan dialog kami dengan pemuda ajaib (aneh ini) , kami ingin menghimbau kepada para pembaca agar sadar dan insaf serta membebaskan diri dari fanatik . apabila pembaca ingin mengetahui perkara yang hak dengan segala alasan serta dalil-dalilnya , apa yang telah kami tulis dan kami jelaskan sudah cukup mengungkapkan perihal yang samar-samar dan menghilangkan semua hal yang meragukan.
Akan tetapi , kalau anda mempertahankan pendapat lantaran fanatik dan fanatik itu sudah menjadi watak dan karakter anda , berapa banyak pun dalil dan alasan yang saya tambah , tetap tidak ada gunanya untuk anda.
Sesungguhnya problem anda bukanlah masalah kebodohan yang dapat dihilangkan dengan ilmu , tetapi masalah fanatik yang tidak mungkin dapat dilenyapkan , kecuali dengan cara melakukan koreksi pribadi yang tulus ikhlas dihadapan Allah Azza wa jalla.

Terlepas dari golongan manakah anda berada , yang perlu kami ingatkan ialah kelompok masyarakat tempat anda melakukan dakwah, mengenai golongan yang sasaran dakwahnya tidak lagi ditujukan pada usha perbaikan iman dan menghindarkan kekufuran, tetapi satu-satunya usaha mereka lakukan ialah menyalakan api persengketaan dikalangan umat Islam manakala api sudah padam.
Mereka seolah-olah melakukan kegiatan pembahasan ilmiah untuk mengungkapkan pokok-pokok pikiran, tetapi tujuan utamanya hanya ingin memperdalam jurang perselisihan dan mengupayakan terjadinya permusuhan dan perpecahan serta menjauhkan pola-pola berpikir yang sehat dalam segala persoalan . Inilah kenyataan yang dapat kita rasakan.

Lalu apa jalan keluar untuk menyelamatkan umat Islam dari kenyataan ini dan bagaimana cara menghindarkan diri dari sikap-sikap yang menunjjukan pertengkaran , permusuhan serta perpecahan?.

Satu-satunya jalan adalah kembali pada norma-norma ilmiah setiap hendak melakukan kegiatan pembahasan dan jauh dari sikap fanatik atau adanya maksud lain yang mencampuri kemurnian ilmu pengetahuan.

Dengan cara ini , perselisihan akan lenyap , sedikit-demi sedikit kemudian larut , serta tidak ada kemungkinan bagi para penyeludup dari luar untuk mengiring kedalam lembah perpecahan , hasad (dengki) dan sakit hati.

Dalam risalah ini , telah kami kemukakan penjelasan yang diperlukan untuk mengetahui mana yang benar dalam permasalahan ini.

Telah kami ungkapkan bahwa penulis buku , yakni Syekh khajandi telah menukil keterangan yang tidak benar , bahkan bertentangan dengan kenyataan.

Pembaca pun telah mengetahui bahwa penjelasan para imam yang dinukil oleh syekh khajandi adalah bertolak belakang dengan apa yang dituduhkan oleh Syekh khajandi .

Kami yakin bahwa para pembaca telah mengikuti uraian (pemjelasan) kami dalam risalah ini dengan penuh perhatian dan pengharapan.

Demi Allah , orang yang iri dan tidak mempunyai keinsafan , mungkin menuduh kami melakukan pelanggaran dalam pembahasan sekedar iseng serta main-main dalam menukil suatu keterangan atau kurang proporsional dalam menukil suatu keterangan dan mengemukakan dalil .
Oleh kerana itu , kami mengajak pembaca untuk menuntut kebenaran yang selama ini selalu dipeganag oleh JUMHUR KAUM MUSLIMIN, setiap masa. Tegaklah berdiri sebagai pembela dalam mempertahankan kebenaran dengan memerangi segala macam sikap yang berlebihan.

Peringatan manusia (umat Islam yang kita cintai ) untuk tidak fanatik kepada mazhab menurut cara-cara seperti yang telah kami jelaskan . Berikanlah keterangan yang kokoh kepada mereka bahawa dalil adalah pokok dari segala yang pokok dalam memahami setiap perkara kalau anda memang dapat memahaminya.

Jangan berdiri diatas kepala , untuk menempuh jalan yang berlebiha-lebihan kerana sesungguhnya semua itu merupakan pangkal segala musibah dan bencana.

Tiada daya dan kekuatan selain dengan Allah S.W.T , Tuhan yang Maha Tinggi lagi Maha Agung .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar