Jumat, 13 April 2012

BENARKAH ALLAH ADA DILANGIT?




Oleh : Ayub, SKom
Banyak aliran di Indonesia yang mengatasnamakan kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah, salah satunya adalah WAHABI atau sekarang biasa dikenal dengan aliran SALAFY. Kita bisa lihat ajaran-ajaran mereka di web mereka sendiri diantaranya adalah : www.salafy.or.id Banyak ajarannya yang bertentangan dengan yang dunia Islam yakini selama ini.
Wahabi adalah ajaran-ajaran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab (lahir 1115 H wafat 1206 H), yang sempat berkuasa di Arab Saudi, dan kini mulai berkurang kekuasannya, tapi kini malah lari ke Indonesia dan banyak juga pengikutnya. Mereka ke Indonesia tidak membawa nama “WAHABI” tapi membawa nama SALAFY atau organisasi Islam lainnya. Mereka mempunyai ciri khas selalu berkata “KEMBALI KEPADA AL QUR’AN DAN SUNNAH”, “ITU BID’AH INI BID’AH”, “ITU SYIRIK INI SYIRIK”, “MEMERANGI BID’AH, SYIRIK DAN KHURAFAT” dan lain-lain.
Muhammad bin Abdul Wahab sangat dimusuhi saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahab yang mengarang sebuah kitab “Ashshowa’ilqul Ilahiyah fi roddi ‘alal Wahabiyah” (Petir Tuhan yang menolak ajaran Wahabi)
Salah satu yang mereka gencar menyerang aliran saingannya yaitu Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah tentang ALLAH ada di Langit dan bersemayam di ‘Arsy. Wahabi meyakini bahwa ALLAH ada di langit secara hakiki (dzat-Nya) bukan secara majazi (bukan arti sebenarnya). Pendapat mereka ini sangat mengagetkan saya, ketika saya membaca sebuah kitab bernama FAT-HUL MAJID syarah Kitabut Tauhid karangan Syekh Abdurrohman bin Hasan di toko buku Walisongo, Kwitang, Jakarta Pusat.
Di dalam kitab aslinya WAHABI yaitu MAJMU’ATUT TAUHID yang merupakan kumpulan risalah oleh Syekhul Islam Ahmad Ibnu Taymiyah al Haroni, Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdi (Pelopor Aliran Wahabi), dan Syekh Abdurrohman bin Hasan, disebutkan dalam halaman 34 cetakan Darul Fikr, Syekh Abdurrohman bin Hasan berkata :
“WAHUWAL ‘ALIYYUL KABIIR, Dan Dia Maha TINGGI dan Maha BESAR, yaitu tinggi kadarnya, tinggi kuasanya, dan tinggi DZATnya. “
“Ayat ARROhMAANU ‘ALAL ‘ARSYISTAWA, sesungguhnya arti ISTIWA’ itu adalah ISTAQORRO (menetap) , WARTAFA’A (naik/tinggi/terangkat), WA ‘ALAA (dan tinggi) dan semuanya berma’na satu”
Dan panjang lebar Abdurrohamn bin Hasan menjelaskan dalil-dalil yang menunjukkan ALLAH ada di atas langit, di Arsy’ dan dia mengatakan semua sahabat nabi dan para Imam mengatakan seperti itu, ALLAH ada di ‘Arsy secara dzat. Padahal semua ayat dan hadits yang dia beberkan sebagai dalil tidak menyebutkan secara DZAT ALLAH itu ada di ATAS ‘ARSY. Dia saja yang menafsirkan ayat dan hadits tersebut bahwa ALLAH benar-benar secara DZAT (HAKIKI) bukan MAJAZI (Kiasan), berada di ATAS.
Bukankah ini menjadikan ALLAH membutuhkan tempat (makhluk) yang bernama ‘ARSY ? Bukankah ‘ARSY dalam Al Qur’an disebutkan membutuhkan malaikat Hamlatul Arsy (yang membawa Arsy) dan ‘Arsy di ayas air (Surat Hud ayat 7) ? Jadi pantaskan ALLAH membutuhkan diangkat oleh MALAIKAT di atas air? Suatu penafsiran yang keliru. Dan bertentangan dengan ayat LAYSA KAMITSLIHI SYAY-U (Tidak ada yang menyamai-Nya). WALAM YAKULLAHUU KUFUWAN AhAD (Dan tidak ada yang menyamainya satu pun), INNALLAAHA LAGHONIYYUN ‘ANIL ‘AALAAMIIIN (Sungguh ALLAH tidak butuh alam semesta)
Benarkah ALLAH ada di langit secara hakiki yaitu dzat ALLAH benar-benar ada di langit dan bersemayam di ‘Arsy? Secara harfiyah memang banyak ayat-ayat yang menerangkan keadaan ALLAH ada di langit, tapi banyak juga keterangan ALLAH ada dimana-mana, FA-AYNA TUWALLUU FA-TSAMMA WAJHULLAAH, “Dimana mereka berpaling di situ ada Wajah ALLAH”.
Secara logika (hukum ‘Aqli) bisa kita jawab dengan pertanyaan, “Jika dzat ALLAH ada di langit, dimana ALLAH ketika langit belum dicipitakan dan dimana pula ketika langit dihancurkan saat kiamat nanti?”
Atau : “Apakah benar-benar dzatnya? Jika benar-benar diartikan ALLAH dzat-Nya ada di langit, tapi mengapa ALLAH juga ada dimana-mana? Apakah ALLAH lebih dari satu ?
Atau : “Apakah benar ALLAH ISTAQORRO (Menetap di langit), bukankah tiap sepertiga malam terakhir selalu turun ke langit dunia bagi penduduk bumi sebelah dan sepertiga malam lagi bagi penduduk bumi belahan satunya, bukankah ini menjadikan ALLAH jalan-jalan tidak betah di langit? Dan IRTAFA’A (terangkat) siapa yang mengangkat? dan ‘ALAA (yang tinggi itu langit dari kita di bumi apa ALLAHnya berfisik tinggi?”
Dalam kitab Iqozhul Himam Syarh Al Hikam dijelaskan:

.

وقال سيدنا علي كرم الله وجهه الحق تعالى ليس من شيء ولا في شيء ولا فوق شيء ولا تحت شيء إذ لو كان من شيء لكان مخلوقاً ولو كان فوق شيء لكان محمولاً ولو كان في شيء لكان محصوراً ولو كان تحت شيء لكان مقهوراً اه وقيل له يا ابن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم أين كان ربنا أو هل له مكان فتغير وجهه وسكت ساعة ثم قال قولكم أين الله سؤال عن مكان وكان الله ولا مكان ثم خلق الزمان والمكان وهو الآن كما كان دون مكان ولا زمان

“Dan telah berkata Sayyidina Ali (semoga ALLAH muliakan wajahnya) Al Haqq (ALLAH) Ta’ala bukanlah dari sesuatu, dan bukan di dalam sesuatu, dan bukan di atas sesuatu dan bukan di bawah sesuatu, karena jika ALLAH dari sesuatu sungguh DIA diciptakan, jika DIA di atas sesuatu sungguh DIA bisa dibawa, jika DIA di dalam sesuatu maka sungguh DIA bisa terkurung, dan jika di bawah sesuatu maka DIA bisa dipaksa. Dan dikatakan kepada Sayyidina Ali: Wahai anak pamannya Rosulullah SAW, dimana Tuhan kita berada? Atau apakah dia bertempat? Maka berubahlah muka Sayyidina Ali dan beliau diam sesaat, kemudian beliau berkata : Perkataan kalian dimana ALLAH adalah pertanyaan tentang tempat, dan ALLAH itu ada, dan tempat belum ada, kemudian ALLAH ciptakan waktu dan tempat, dan DIA sekarang sebagaimana DIA ada, tanpa tempat dan tanpa waktu”
ALLAH tidaklah berada di langit sebagaimana awalnya ALLAH ada seperti hadits berikut ini :
“KAANALLAAHU WALAM YAKUN SYAY-UN QOBLAHU, WA KAANA ‘ARSYUHU ‘ALAL MAA-I, WA KATABA FIDZ DZIKRI KULLA SYAY-IN, TSUMMA KHOLAQOS SAMAAWAATI WAL ARDLO”
“ALLAH ada dan tidak ada sesuatupun sebelumnya, dan ‘Arsynya ALLAH ada di atas air, dan ALLAH menulis di lauhul mahfudz segala sesuatu, kemudian ALLAH ciptakan langit dan bumi”. (HR. Imam Bukhori hadits ke 3190, 3191, 4365, 4386, 7418)
Hadits lainnya :
“INNALLAAHA QODDARO MAQOODIROL KHOLAAIQI QOBLA AN YAKHLUQOS SAMAWATI WAL ARDO BIKHOMSIINA ALFA SANATIN WA KAANA ‘ARSYUHU ‘ALAL MAA-I”
“Sesungguhnya ALLAH telah menentukan takdir para makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, dan ‘Arsynya ada di atas air”
(HR. Imam Muslim hadits ke 2653)
Dimana ALLAH ketika langit belum tercipta, dimana ALLAH ketika itu 50.000 tahun lamanya?
Adapun ayat-ayat yang secara harfiyah menunjukkan ALLAH ada di atas, di langit, di mana-mana, tidak boleh kita artikan secara harfiyah atau lahiriyah saja karena bisa berakibat SYIRIK. Karena menyatakan ALLAH sama dengan makhluk, yang membutuhkan tempat dan waktu. Itu semua mempunyai arti kiasan, contoh : ALLAH ada di atas, di langit itu berarti ALLAH Maha Tinggi, bukan berati dzat ALLAH ada di atas, ada di langit, boleh ditunjuk ke atas.
ALLAH tidak di atas, tidak di depan, tidak di belakang, tidak di bawah, tidak di samping, tidak dimana-mana. Tidak boleh menunjuk ALLAH di atas, seperti banyak disebutkan orang, “Serahkan saja sama yang di atas”. Ini bisa SYIRIK jika diartikan dzat ALLAH ada di atas atau di langit. ALLAH berfirman, “LAYSA KAMI-TSLIHII SYAY-UW WAHUWAS SAMI’UL BASHIR”, “Tidak ada yang menyerupai ALLAH dan DIA Maha Mendengar Maha Melihat”,
Dalam tafsir Ibnu Katsir pada surat Al A’rof ayat 54 disebutkan :

.

وأما قوله تعالى: { ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ } فللناس في هذا المقام مقالات كثيرة جدا، ليس هذا موضع بسطها، وإنما يُسلك في هذا المقام مذهب السلف الصالح: مالك، والأوزاعي، والثوري، والليث بن سعد، والشافعي، وأحمد بن حنبل، وإسحاق بن راهويه وغيرهم، من أئمة المسلمين قديما وحديثا، وهو إمرارها كما جاءت من غير تكييف ولا تشبيه ولا تعطيل. والظاهر المتبادر إلى أذهان المشبهين منفي عن الله، فإن الله لا يشبهه شيء من خلقه، و { لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ } [ الشورى:11 ] بل الأمر كما قال الأئمة -منهم نُعَيْم بن حماد الخزاعي شيخ البخاري -: “من شبه الله بخلقه فقد كفر، ومن جحد ما وصف الله به نفسه فقد كفر”. وليس فيما وصف الله به نفسه ولا رسوله تشبيه، فمن أثبت لله تعالى ما وردت به الآيات الصريحة والأخبار الصحيحة، على الوجه الذي يليق بجلال الله تعالى، ونفى عن الله تعالى النقائص، فقد سلك سبيل الهدى.

Dalam keterangan ini Ibnu Katsir menyatakan dalam mengartikan ALLAH beristiwa’ di Arsy, yang dipakai adalah pendapat para imam salafus soleh seperti Imam Malik Auza’i, Ats Tsauri, Al Layts bin Sa’d, Syafii, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rohawaih dan lain-lain, yang menyatakan bahwa arti beristiwa’ di atas Arsy adalah Istiwa’ sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut tanpa memberikan arti caranya bagaimana, menyerupai apa, dan juga tidak mengingkari istiwa’nya ALLAH SWT. ALLAH tidak sama dengan makhluk-Nya. Berkata beberapa imam seperti gurunya Imam Bukhori yaitu Nu’aim bin Hammad Al Khoza’i, “Siapa yang menyerupai ALLAH dengan makhluk-Nya maka dia telah kafir, siapa yang menentang sifat yang ALLAH sifati dirinya sendiri maka dia telah kafir”
Inilah bukti nyata juga bahwa ALLAH tidak bertempat yaitu doa Nabi Muhammad SAW saat mau tidur, diriwayatkan dari Abu Huroiroh ra :

.

اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ الْأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْفُرْقَانِ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنْ الْفَقْرِ

Dalam hadits ini disebutkan Engkaulah Yang Zhohir maka tidak ada apapun di atas Engkau, dan Engkau Yang Bathin maka tidak ada apapun di bawah Engkau.
(HR. Imam Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Maha Suci ALLAH dari yang mereka tuduhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar